Minggu, 29 September 2019

KRITIK ARSITEKTUR NORMATIF Rumah Miring Arsitek Budi Pradono






Sumber: http://www.deezen.com/
Sumber: furnizing.com

Rumah. Apa yang bisa didefinisikan kalau ini adalah rumah, rumah para manusia untuk melepaskan penat dan bersantai untuk sekedar mencari sedikit hiburan. Lalu apa bisa bentukan rumah didekonstruksi jika fungsi rumah itu sendiri sudah tidak lagi digarap sebagai rumah dimana “istirahat” adalah tempatnya. Tapi, jika fungsi rumah sendiri adalah gabungan dari beberapa hakikat yang ingin dicapai oleh penghuni, apakah itu dapat diklaim dengan hanya sekedar mengusung nama ‘rumah’. Seperti pada rumah miring yang berlokasi di perumahan Pondok Indah, Jakarta dengan bentukan yang terkesan belum selesai ini bukan hanya sekedar sebagai hunian tetapi juga berfungsi sebagai galeri yang sangat terbuka.

Budi pradono dalam menciptakan rumah miring memiliki konsep untuk menyindir lingkungan perumahan Pondok Indah yang memliki kesan mewah dari masyarakat, sedangkan maksud dari rumah miring sendiri menurut Budi Pradono adalah simbol “anti kemapanan” dimana yang paham dan mengerti maksud dari konsep tersebut hanya “para Arsitek” sedangkan masyarakat dan lingkungan sekitar tidak tahu bahwa konsep yang sebenarnya adalah “anti kemapanan”.

Seolah-olah hanyalah desain dengan imaji komersial yang dilegalkan untuk menyambungkan dengan konsep-konsep desain. Konsep yang mengusung “lawan dari kemapanan” bahkan tidak tembus di mata masyarakat, karena jika ditilik lagi kembali ke masa silam pada tahun 100 M dimana bangsa Romawi menjadi bangsa pertama yang menggunakan kaca sebagai bahan mewah pada arsitektur, sehingga sampai saat ini kaca tetap menjadi sebuah material mewah yang kurang cocok jika dijadikan bahan material utama untuk sebuah konsep “anti kemapanan.”

Bengunan yang nyatanya adalah renovasi dari bangunan lama, namun tidak dapat diketahui bagaimana rupa bangunan lamanya, hanya saja sekarang dapat terlihat seperti bangunan yang ‘modern’, yang berdiri di antara bangunan-bangunan yang ‘modern’ pula. Apa halnya bangunan ini disebut modern jika arsitektur modern itu sendiri lahir pada tahun 1920-an, sementara bangunan ini rampung pada tahun 2015? Masih kah bisa disebut sebagai kebaharuan dalam desain? 

Berdasarkan ciri arsitektur modern yang memang sudah populer sejak terkenalnya “Falling water House” karya Frank Lloyn Wright, ciri yang mendefinisikan sebuah karya arsitektur dikatakan modern adalah garis-garis yang tegas dan simetris, di bangunan ini nampak jelas antara garis massa, garis dinding dan gubahan dalam bentuknya. Kejujuran dalam penggunaan material dalam bangunan pun turut mendukung bangunan ini dikatakan modern karena jenis material bahan bangunan yang kerap digunakan pada bangunan-bangunan bergaya arsitektur modern adalah besi, beton, kaca, dan juga kayu tanpa ditutupi atau dimanipulasi. Rancangan terbuka dengan banyak elemen kaca bangunan bergaya arsitektur modern umumnya memiliki denah lantai yang jauh lebih terbuka dengan minimnya keberadaan pembatas ruangan dan juga banyaknya penggunaan kaca sebagai bukaan sehingga rumah bergaya arsitektur modern umumnya terkesan sangat terbuka. Jelas jika bangunan rumah tinggal karya Budi Pradono adalah modern berdasarkan ciri arsitektur modern dan bukan dari kebaharuan desain berdasarkan sejarah arsitektur modern.

Satu hal yang tidak lepas dari kemodernan arsitektur yaitu prinsip “less is more” yang dipopulerkan oleh Ludwig Mies van der Rohe. Lalu apa kaitannya? Seperti halnya bangunan karya arsitek-arsitek modern yang selalu dibuat kontras dengan lingkungan sekitarnya, tidak adanya penggunaan ornamen atau elemen bangunan lainnya yang berlebihan, hanya dibuat monokrom, setiap elemen terbentuk berdasarkan fungsi sekaligus estetika secara bersamaan.

Menurut sang arsitek bahwa bentukan kotak dengan sentuhan miring pada desainnya adalah keskstreman, berbeda dengan desain yang banyak ukiran dengan bentukan yang ribet seperti kolom dekoratif dengan sentuhan mediterania dengan luasan yang megah serta gubahan massa dengan keteguhan yang mewah sekitar tetangga. Keekstreman yang tidak lepas dari geometri, namun ‘ekstrem’ dalam dunia arsitektur itu apa? Banyak bangunan yang disangka goemetri ekstrem, namun tidak hanya sebatas ciri keekstreman yang keluar dari ‘kenormalan’ goemetri itu sendiri. Bisa saja, saat kita melihat bentukan yang aneh dan tidak wajar, itu adalah ekstrem. Lalu, atau memang kita yang bebas menentukan ‘ekstrem’ tidaknya suatu bentukan massa itu adalah sesuai dengan apa yang kita rasakan?



Kritik oleh: Desi Rismayanti, Dela Meisiliandetara, Joy Gloria Grace Siburian.  

Telah diasistensi oleh: Dosen Ibu Melati Rahmi Azizah, S.T., M.T.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KRITIK ARSITEKTUR DESKRIPTIF: Arsitek Budi Pradono

   Dari kiri: Joy, Pak Budi, Dela. (sumber: dokumen pribadi)             Budi Pradono lahir di Salatiga pada 15 Maret 1970. Ayahnya d...