![]() |
Sumber: http://www.deezen.com/ |
![]() |
Sumber: furnizing.com |
Rumah.
Apa yang bisa didefinisikan kalau ini adalah rumah, rumah para manusia untuk melepaskan
penat dan bersantai untuk sekedar mencari sedikit hiburan. Lalu apa bisa
bentukan rumah didekonstruksi jika fungsi rumah itu sendiri sudah tidak lagi
digarap sebagai rumah dimana “istirahat” adalah tempatnya. Tapi, jika fungsi
rumah sendiri adalah gabungan dari beberapa hakikat yang ingin dicapai oleh
penghuni, apakah itu dapat diklaim dengan hanya sekedar mengusung nama ‘rumah’.
Seperti pada rumah miring yang
berlokasi di perumahan Pondok Indah, Jakarta dengan bentukan yang terkesan
belum selesai ini bukan hanya sekedar sebagai hunian tetapi juga berfungsi
sebagai galeri yang sangat terbuka.
Budi pradono dalam menciptakan rumah miring memiliki
konsep untuk menyindir lingkungan perumahan Pondok Indah yang memliki kesan
mewah dari masyarakat, sedangkan maksud dari rumah miring sendiri menurut Budi
Pradono adalah simbol “anti kemapanan” dimana yang paham dan mengerti maksud
dari konsep tersebut hanya “para Arsitek” sedangkan masyarakat dan lingkungan
sekitar tidak tahu bahwa konsep yang sebenarnya adalah “anti kemapanan”.
Seolah-olah
hanyalah desain dengan imaji komersial yang dilegalkan untuk menyambungkan
dengan konsep-konsep desain. Konsep yang mengusung “lawan dari kemapanan”
bahkan tidak tembus di mata masyarakat, karena jika ditilik lagi kembali ke
masa silam pada tahun 100 M dimana bangsa Romawi menjadi bangsa pertama yang
menggunakan kaca sebagai bahan mewah pada arsitektur, sehingga sampai saat ini
kaca tetap menjadi sebuah material mewah yang kurang cocok jika dijadikan bahan
material utama untuk sebuah konsep “anti kemapanan.”
Bengunan
yang nyatanya adalah renovasi dari bangunan lama, namun tidak dapat diketahui
bagaimana rupa bangunan lamanya, hanya saja sekarang dapat terlihat seperti
bangunan yang ‘modern’, yang berdiri di antara bangunan-bangunan yang ‘modern’
pula. Apa halnya bangunan ini disebut modern jika arsitektur modern itu sendiri
lahir pada tahun 1920-an, sementara bangunan ini rampung pada tahun 2015? Masih kah
bisa disebut sebagai kebaharuan dalam desain?
Berdasarkan
ciri arsitektur modern yang memang sudah populer sejak terkenalnya “Falling water House” karya Frank Lloyn Wright, ciri yang mendefinisikan
sebuah karya arsitektur dikatakan modern adalah garis-garis yang tegas dan
simetris, di bangunan ini nampak jelas antara garis massa, garis dinding dan
gubahan dalam bentuknya. Kejujuran dalam penggunaan material
dalam bangunan pun turut mendukung bangunan ini dikatakan modern karena jenis
material bahan bangunan yang kerap digunakan pada bangunan-bangunan
bergaya arsitektur modern adalah besi, beton, kaca, dan juga kayu tanpa ditutupi
atau dimanipulasi. Rancangan
terbuka dengan banyak elemen kaca bangunan bergaya arsitektur modern umumnya
memiliki denah lantai yang jauh lebih terbuka dengan minimnya keberadaan
pembatas ruangan dan juga banyaknya penggunaan kaca sebagai bukaan sehingga
rumah bergaya arsitektur modern umumnya terkesan sangat terbuka. Jelas jika
bangunan rumah tinggal karya Budi Pradono adalah modern berdasarkan ciri
arsitektur modern dan bukan dari kebaharuan desain berdasarkan sejarah
arsitektur modern.
Satu hal yang tidak lepas dari
kemodernan arsitektur yaitu prinsip “less
is more” yang dipopulerkan oleh Ludwig Mies van der
Rohe. Lalu apa kaitannya? Seperti halnya bangunan karya arsitek-arsitek modern
yang selalu dibuat kontras dengan lingkungan sekitarnya, tidak adanya penggunaan
ornamen atau elemen bangunan lainnya yang berlebihan, hanya dibuat monokrom,
setiap elemen terbentuk berdasarkan fungsi sekaligus estetika secara bersamaan.
Menurut
sang arsitek bahwa bentukan kotak dengan sentuhan miring pada desainnya adalah
keskstreman, berbeda dengan desain yang banyak ukiran dengan bentukan yang ribet seperti kolom dekoratif dengan
sentuhan mediterania dengan luasan yang megah serta gubahan massa dengan
keteguhan yang mewah sekitar tetangga. Keekstreman yang tidak lepas dari
geometri, namun ‘ekstrem’ dalam dunia arsitektur itu apa? Banyak bangunan yang
disangka goemetri ekstrem, namun tidak hanya sebatas ciri keekstreman yang
keluar dari ‘kenormalan’ goemetri itu sendiri. Bisa saja, saat kita melihat
bentukan yang aneh dan tidak wajar, itu adalah ekstrem. Lalu, atau memang kita
yang bebas menentukan ‘ekstrem’ tidaknya suatu bentukan massa itu adalah sesuai
dengan apa yang kita rasakan?
Kritik oleh: Desi Rismayanti, Dela Meisiliandetara, Joy Gloria Grace Siburian.
Telah diasistensi oleh: Dosen Ibu Melati Rahmi Azizah, S.T., M.T.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar